Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Harga Diri

Apa yang kini menjadi begitu berharga bagi kita? Apa yang kini kita pertahankan dalam kehidupan ini?

Hidup bukan hanya sekadar bertahan hidup. Jika kita menganggap hidup seperti itu, terkadang mati, mungkin lebih baik bagi kita. I'm just kidding, guys. Kembali ke hidup, hidup akan lebih berharga jika kita mampu untuk mempertahankan apa yang kita percayai, apa yang kita yakini, dan apa yang kita hargai. Namun, sayangnya terkadang kita tidak mampu untuk menghargai diri kita sendiri. Tidak mengerti bahwa kita ini berharga, kita mampu dan kita spesial.

Lalu, mengapa kita semakin sering melihat orang menengadahkan tangannya, dan bukan kepalanya, untuk meminta? Hanya meminta. Aku tidak bermaksud untuk menyindir orang-orang di jalan yang sering kita lihat ketika kita keluar rumah. Tidak, aku tidak ingin menyindir mereka. Aku hanya ingin melihat sesuatu yang lebih besar, lebih besar dari mereka yang ada di jalanan. Pengemis Kelas Kakap, begitu istilahku bagi mereka.

Pengemis-pengemis itu, dengan setelan jas parlente, mobil mewah, harta yang berlimpah dan kemana-mana selalu saja ditemani anjing herder berkepala hitam berbalutkan jas rapi, serapi majikannya. Menonjolkan sisi terhormat mereka, kehormatan yang didapat karena hartanya. Harta hasil mengemisnya.
Orang itu, dengan segala kuasa yang dimilikinya mencoba untuk menggemukkan kantong pribadinya, sedangkan pengemis yang ada di sebelah rumahnya sedang koma karena kelaparan. Di dalam ruangan berpendingin ruangan, dia dengan santai 'ongkang-ongkang' kaki dan berkipas-kipas ria dengan menggunakan uang hasil mengemisnya.

Dia gelapkan kaca-kaca ruangan dan kaca mobilnya. Untuk perlindungan, begitu katanya. Yah, benar. Penggelap-penggelap kaca itu memang untuk perlindungan, perlindungan bagi matanya yang terlalu sensitif pada bau kemiskinan. Bau kemiskinan orang-orang yang telah mengangkatnya menjadi orang yang berkuasa. Cukup berkuasa untuk mengemis lebih banyak, jauh lebih banyak dibanding dengan pengemis-pengemis jalanan itu.

Dengan gagah dia bicara di mimbar dan berkata akan melakukan yang terbaik. Oh, omong kosong!! Kita semua tahu kata-kata itu hanya omong kosong belaka. Omong kosong karena buktinya yang dia lakukan jiwa mengemisnya terlalu kuat melekat di dalam aliran darahnya. Terlalu kental jiwa itu hingga usaha terbaik yang dilakukannya adalah menyelenggarakan acara mengemis berjamaah. 

Acara mengemis berjamaah yang membuat para tua renta rela untuk antre berjam-jam, terdorong-dorong, dan terinjak-injak hingga meninggal cuma demi beberapa lembaran-lembaran rupiah. Segalanya, segalanya mampu dilakukan demi uang, demi rupiah, demi lembaran benda yang akan langsung hilang begitu dibawa ke mall, simbol orang-orang berduit itu pergi.

Sebegitu pentingnyakah tuntutan material di dalam hidup kita? Menjadi jauh, jauh lebih penting daripada harga diri kita? Jauh lebih penting dibandingkan dengan kemanusiaan kita? Atau mungkin kita telah menutup mata, menulikan telinga dan menghilangkan perasaan kita? Mengubur jauh-jauh apa yang kita sebut dengan harga diri dan mencoba menjadi pengemis-pengemis kelas kakap kecil.

*Menatap beberapa nyamuk yang lalu lalang di hadapan saya dan kembali sibuk memangsa mereka
http://www.smileycodes.info

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar